Selamat datang di blog yang sederhana ini. Semua yang ada di blog ini merupakan apa yang saya baca dan saya pelajari ,semoga apa yang ada di blog ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Tuesday, July 17, 2012
Detik-Detik Wafatnya Nabi Muhammad Yang Menggetarkan Hati
Inilah bukti cinta yang
sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui
kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur,
burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya. Rasulullah dengan suara lemah
memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan
Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan
dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai
sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan
masuk syurga bersama-sama aku.” Khutbah singkat itu diakhiri
dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu
Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan
nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan
meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir
selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali
dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah
ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir
di sana pasti
akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah
Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring
lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu
terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. “Maafkanlah, ayahku sedang demam,”
kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah. “Siapakah itu wahai anakku?”“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur
Fatimah lembut.Lalu, Rasulullah menatap puterinya
itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang
menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malakul maut,” kata Rasulullah. Fatimah menahan ledakkan
tangisnya. Malaikat maut telah datang
menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia
menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti
di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka,
para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti
kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi, semua penjelasan Jibril itu
tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya. “Engkau tidak senang mendengar
kabar ini?” tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak, sepeninggalanku?” “Jangan khawatir, wahai Rasul
Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi
siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril
meyakinkan. Detik-detik kian dekat, saatnya
Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh
tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakitnya,
sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh. Fatimah hanya mampu memejamkan
matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya
semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka. “Jijikkah engkau melihatku, hingga
engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar
wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat
kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling. Sedetik kemudian terdengar
Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut
ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta
Rasul pada Allah. Badan Rasulullah mulai dingin,
kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa
malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di
antaramu.” Di luar pintu tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan,
berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini,
mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa
salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya
agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya. Seperti Allah dan
Rasul mencintai kita semua.
No comments:
Post a Comment
Pengunjung yang baik itu adalah yang meninggalkan jejak,berkomentarla dengan sopan dan santun :)
No comments:
Post a Comment
Pengunjung yang baik itu adalah yang meninggalkan jejak,berkomentarla dengan sopan dan santun :)